• Breaking News

    Jumat, 25 Desember 2015

    TEORI KEPEMIMPINAN KLASIK DAN TEORI KONTINGENSI

    TEORI KEPEMIMPINAN KLASIK DAN TEORI KONTINGENSI


    Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory)
    Studi-studi mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin.
    Berbagai pendapat tentang sifat-sifat/ciri-ciri ideal bagi seorang pemimpin telah dibahas dalam kegiatan belajar ini termasuk tinjauan terhadap beberapa sifat/ciri yang ideal tersebut.

     Kepemimpinan Menurut Teori Sifat

    Latar BelakangTeori sifat bertolak dari dasar pemikiran bahwa, keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki oleh pemimpin itu. Sifat-sifat tersebut dapat berupa sifat fisik, dan dapat pula sifat psikologis. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud  ialah kualitas seseorang dengan berbagai macam sifat-sifat, perangi atau cirri-ciri didalamnya.
    Teori KepemimpinanTeori Kepempinan adalah  penggeneralisasian satu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang histories, sebab musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan menjadi pemimpin, sifat-sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika profesi kepemimpinan.
    Sebab Musabab Munculnya pemimpinTiga teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan pemimpin adalah:
    • Teori genetic menyatakan bahwa pemimpin itu tidak dibuat  tetapi lahir oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahir.
    • Teori social menyatakan bahwa pemimpin tidak terlahirkan begitu saja  akan tetapi harus disiapkan,dididik, dan disiapkan.
    • Teori ekologis atau sistesis menyatakan bahwa seorang akan sukses jadi pemimpin bila sejak lahirnya dia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan bakat-bakat itu sempat dikembangkan melaliu pengalaman dan usaha pendidikan juga sesuai dengan tuntutan lingkungan/ekologisnya.
    Tipe dan gaya Pemimpin Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas, sehingga tingkah laku dan gayanyalah yang membedakan dirinya dengan orang lain.W.J Reddin dalam artikelnya What kind of Manager menentukan watak dan tipe pemimpin atas tiga pola dasar, yaitu:- Berorientasi tugas (task orientation),- Berorientasi hubungan kerja (relationship orientation),- Berorientasi hasil yang efektif (effecivess orientation).
    Berdasarkan penonjolan  ketiga orientasi tersebut dapat ditentukan delapan tipe kepemimpinan. Yaitu :
    1. Tipe deserter(pembelot)
    Sifatnya : bermoral rendah, tanpa pengabdian, tanpa loyalitas dan sukar diramalkan.
    1. Tipe birokrat
    Sifatnya : correct, kaku, patuh pada peraturan dan norma-norma, ia adalah manusia organisasi yang tepat, cermat, berdisiplin dank eras.
    1. Tipe misionaris
    Sifatnya : terbuka, penolong, lembut hati, ramah-tamah
    1. Tipe developer(pembangun)
    Sifatnya : kreatif, dinamis, inovatif, menaruh kepercayaan pada bawahan.
    1. Tipe otokrat
    Sifatnya : keras, diktatoris, mau menang sendiri, keras kepala, sombong
    1. Benevolent autocrat(otokrat yang bijak)
    Sifatnya : lancar, tertib, ahli dalam mengorganisir, besar rasa keterlibatan diri
    1. Tipe compromiser(kompromis)
    Sifatnya : plinat-plinut, selalu mengikuti angina tanpa pendirian, tidak mempunyai keputusan, berpandangan pendek dan sempit.
    1. tipe eksekutif.
    Sifatnya ; Bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi yang baik, berpandangan jauh, tekun.
    Syarat-Syarat Kepemimpinana.       Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemipin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.b.      Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.c.       Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/ketrampilan teknis maupun social, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
    Dari beberapa definisi yang dikemukakn itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu.

    Sifat-Sifat Pemimpin Ordway Tead dalam tulisanya mengemukakan 10 sifat pemimpin yaitu :
    1. Energi jasmaniah dan mental yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan atau tenaga yang istimewa yang tampaknya seperti tidak akan pernah habis.
    2. Kesabaran akan tujuan dan arah yaitu memiliki keyakinan yang teguh akan kebeneran dan kegunaan dari semua perilaku yang dikerjakan , dia tahu persis kemana arah yang akan ditujunya , serta pasti memberikan kemanfaatan bagi diri sendiri maupun bagi kelompok yang dipimpinnya.
    3. Antusiasme yaitu bahwa pekerjaan yang dilakukan dan tujuan yang akan dicapai itu harus sehat, berarti, bernilai, memberikan harapan-harapan yang menyenangkan, memberikan sukses, dan menimbulkan semangat serta esprit de corps.
    4. Keramahan dan kecintaan yaitu bahwa effection itu berarti kesayangan, kasih saying, cinta, simpati yang tulus, disertai kesediaan berkorban bagi pribadi-pribadi yang disayangi.
    5. Intregitas yaitu bahwa pemimpin itu harus bersifat terbuka, merasa utuh bersatu, sejiwa, dan seperasaan dengan anak buahnya bahkan merasa senasib dan sepenanggungan dalam satu perjuangan yang sama.
    6. Penguasaan teknis yaitu bahwa setiap pemimpin harus memiliki satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu agar dia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin kelompoknya.
    7. Ketegasan dalam mengambil keputusan yaitu bahwa pimpinan yang berhasil itu pasti dapat mengambil keputusan secara tepat, tegas dan cepat, sebgai hasil dari kearifan dan pengalamannya.
    8. Kecerdasan yaitu bahwa kecerdasan yang perlu dimiliki oleh setiap pemimpin itu merupakan kemampuan untuk melihat memahami dengan baik, mengerti sebab dan akibat kejadian, menemukan hal-hal yang krusial dan cepat menemukan cara penyelesainnya dalam waktu singkat.
    9. Ketrampilan mengajar yaitu bahwa pemimpin yang baik itu adalah seorang guru pula, yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong(memotivir), dan menggerakkan anak buahnya untuk berbuat sesuatu.
    10. Kepercayaan yaitu bahwa keberhasilan pemimpin itu pada umumnya selalu didukung oleh kepercayaan anak buahnya. Yaitu kepercayaan bahwa para anggota pasti dipimpin dengan baik, dipengaruhi secara positif dan diarahkan pada sasaran-sasaran yang benar.
    Beberapa Kelemahan Teori SifatBerdasarkan pendapat tokoh-tokoh seperti : Barnard, Ordway Tead, Millet, Stogdill, Davis, G.R. Terry, Ruslan Abdulgani dapat saya simpulkan bahwa didalam perkembangan teori sifat ini disamping mengalami tantangan dan reaksi dari berbagai pihak, didalam prakteknya memang ada kelemahan-kelemahan yang sulit untuk dipraktekkan. Berbagai kelemahan teori sifat tersebut ialah :
    1. Diantara para pendukungnya sendiri tidak ada kesepakatan mengenai sifat-sifat pemimpin tersebut sehingga timbul berbagai pendapat diantara pendukung-pendukung teori tersebut.
    2. Tidak selalu ada relevensi antara sifat-sifat yang dianggap tersebut dengan efektivitas kepemimpinan.
    3. Terlalu sulit untuk menentukan dan mengukur masing-masing sifat yang sangat berbeda-beda satu daripada yang lain.
    4. Situasi dan kondisi tertentu dimana kepemimpinan dilaksanakan memerlukan sifat-sifat pemimpin tertentu pula.
    5. Teori sifat terlalu bersifat deskriptif, tidak memberikan analisis bagaimana sifat-sifat itu kaitannya dengan keberhasilan seorang pemimpin.
    Kesimpulan Atas dasar kelemahan-kelemahan tersebut diatas, sementara timbul anggapan bahwa teori sifat, merupakan teori kepemimpinan yang sudah kuno, sebab sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan. Tetapi apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalam berbagai rumusan mengenai sifat, ciri atau perangai pemimpin tersebut, teori sifat justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan atau panutan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
    1. Dalam kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan setiap pemimpin dalam kehidupan organisasi, ditampilkan sebagai tokoh panutan atau tokoh yang selalu diteldani oleh bawahannya.
    2. Sebagai tokoh panutan yaitu tokoh yang diikuti dan dituruti segala perilaku da perbuatannya harus selalu memberikan contoh-contoh positif terhadap bawahannya.
    3. Contoh-contoh tersebut ialah sifat-sifat, perangai yang perlu dimiliki oleh pemimpin yang dapat dirasakan dan dilihat oleh bawahannya.
    4. Agar sifat-sifat tersebut dapat dianut maka sifat-sifat tersebut harus memiliki kelebihan-kelebihan daripada sifat-sifat yang ada pada bawahannya atau sifat-sifat yang diunggulkan yang mampu memberikan dorongan dan inspirasi kepada bawahan.
    5. Kesimpulannya, kepemimpinan yang menganut prinsip keteladanan akan berhasil melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya apabila prinsip-prinsip teori sifat dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

    Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory)
    Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
    Hasil studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil. Sementara itu, model leadership continuum dan Likert’s Management Sistem menunjukkan bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan. Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara grafik kriteria yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan perilaku yang pusat perhatiannya pada produksi.

    Teori Kepemimpinan Berdasarkan Analisis Pendekatan Perilaku
    Dalam menggerakkan orang lain guna mencapai tujuan, pemimpin biasanya menampakkan perilaku kepemimpinannya dengan bermacam-macam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Usman, para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yang berpijak dari perilaku kepemimpinan ini, yaitu 1) yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan 2) yang berorientasi pada bawahan atau karyawan (employee oriented).
    Gaya yang berorientasi pada tugas lebih memperhatikan pada penyelesaian tugas dengan pengawasan yang sangat ketat agar tugas selesai sesuai dengan keinginannya. Hubungan baik dengan bawahannya diabaikan yang penting bawahan harus bekerja keras, produktif dan tepat waktu. Sebaliknya gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan cenderung lebih mementingkan hubungan baik dengan bawahannya dan lebih memotivasi karyawannya daripada mengawasi dengan ketat. Gaya ini sangat sensitif dengan perasaan bawahannya. Jadi pada prinsipnya yang dipakai pada gaya kepemimpinan yang ini bukan otak tapi rasa yang ada dalam hati. Pemimpin berusaha keras tidak menyakiti bawahannya. Penjabaran perilaku pemimpin terhadap bawahan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
    1. High-high berarti pemimpin tersebut memiliki hubungan tinggi dan orientasi tugas yang tinggi juga.
    2. High task-low relation, pemimpin tersebut memiliki orientasi tugas yang tinggi, tetapi rendah hubungan terhadap bawahan.
    3. Low task-high relation, pemimpin tersebut lebih mementingkan hubungan dengan bawahan, dengan sedikit mengabaikan tugas. Teori ini disebut dengan Konsiderasi yaitu kecenderungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti: membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan
    4. Low task-low relation, orientasi tugas lemah, hubungan dengan bawahan juga lemah.
    Dari keempat macam gaya kepemimpinan, kepemimpinan yang paling fatal akibatnya adalah yang keempat. Seorang pemimpin apabila memimpin dengan gaya yang keempat ini, lebih baik turun saja dari kepemimpinannya sebelum hancur organisasi yang dipimpinnya tersebut.
    Dari hasil penelitian terdapat beberapa teori kepemimpinan berdasarkan perilaku yang terkenal di kalangan para peneliti. Teori tersebut antara lain studi lowa, studi ohio, studi Michigan, Rensis Likert, dan Reddin.
    1. Studi Lowa. Studi ini meneliti kesukaan terhadap 3 macam gaya kepemimpinan, yaitu gaya otoriter, gaya demokratis dan gaya laizes faire. Hasil penelitian mengatakan bahwa kebanyakan suka gaya kepemimpinan demokratis.
    2. Studi Ohio. Studi ini berusaha mengembangkan angket deskripsi perilaku kepemimpinan. Peneliti merumuskan bahwa kepemimpinan itu sebagai suatu perilaku seseorang yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu, yang terdiri dari dua dimensi, yaitu struktur pembuatan inisiatif dan perhatian. Struktur pembuatan inisiatif menunjukkan pada pencapaian tugas. Perhatian menunjukkan perilaku pemimpin pada hubungan dengan bawahannya.
    3. Studi Michigan. Penelitian ini mengidentifikasi dua konsep gaya kepemimpinan, yaitu berorientasi pada bawahan dan berorientasi pada produksi. Pemimpin yang berorientasi pada bawahan menekankan pentingnya hubungan dengan pekerja dan menganggap setiap pekerja penting. Pemimpin yang berorientasi pada produksi menekankan pentingnya produksi dan aspek teknik-teknik kerja.
    4. Empat sistem kepemimpinan dalam manajemen Likert. Menurut Likert, pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participatif management. Gaya ini menekankan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan dan komunikasi. Likert merancang empat sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut:
      1. Exploitative Authoritative (Otoriter yang Memeras)
      2. Benevolent Authoritative (Otoriter yang baik)
      3. Cosultative (Konsultatif)
      4. Participatif (Partisipatif).
    Likert menyimpulkan bahwa penerapan sistem 1 dan 2 akan menghasilkan produktivitas kerja yang rendah, sedangkan penerapan sistem 3 dan 4 akan menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi.
    Memahami gaya kepemimpinan seseorang sangatlah kompleks, sehingga memunculkan berbagai gaya yang bervariasi satu sama lain. Dari berbagai kombinasi gaya kepemimpinan lahir gaya kepemimpinan dasar yang terdapat pada diri seorang pemimpin (Hersey dan Blanchart, 1977) seperti dikutip oleh Nanang Fattah.
    1. Tiga dimensi gaya kepemimpinan menurut Reddin.
    Sedangkan menurut Reddin (1970) dalam bukunya “ Manajerial Effectiveness” dijelaskan bahwa penambahan komponen efektivitas pada dua dimensi kepemimpinan yang sudah ada (dimensi tugas dan dimensi hubungan) sistem misi manajerial (manajerial Grid) dari Blake dan Mounton yang disarikan oleh Nanang Fatah (1996:94) mengidentifikasikan selang perilaku manajemen atas dasar berbagai cara yang membuat gaya berorientasi kepada tugas dan gaya yang berorientasi kepada karyawan, masing-masing dinyatakan sebagai suatu rangkaian kesatuan pada skala 1 sampai 9 yang berinteraksi satu sama lain tentang kisi-kisi manajerial (manajerial Grid).
    Gaya kepemimpinan yang dibawah tergolong pemimpin miskin (impoverished management) dengan perhatian yang rendah orang dan rendah terhadap tugas. Gaya kepemimpinan di atas adalah kekeluargaan (country club) perhatian yang tinggi kepada karyawan, tetapi rendah perhatian terhadap tugas. Gaya pemimpin di atas tapi keras adalah manajemen tugas atau gaya otoriter yakni perhatian tinggi terhadap tugas, tetapi rendah perhatian pada orang. Gaya pemimpin landai/tengah-tengah adalah gaya manajemen jalan tengah (middle road) sedang-sedang saja pada tugas maupun pada orang. Gaya demokratis adalah gaya manajemen kelompok atau demokratis yakni perhatian yang tinggi baik kepada tugas maupun pada orang dan gaya ini biasanya lebih efektif dan mendapat dukungan kuat dari anggota organisasi.

    Teori Kontingensi (Contigensy Theory)
    Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut.
    LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut.
    Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.
    TEORI KONTINGENSI TERKENAL
    Teori Fiedler.
    Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut teori situasional karena teori ini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada situasi. Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada kecocokan antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga situasi menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin. Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan.  Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yang spesifik.
    Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.  Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yang paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya. Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi.  Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.
    Teori kontingensi melihat pada aspek situasi dari kepemimpinan (organization context). Fiedler mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel kepemimpinan: Leader Orientation dan Situation Favorability.
    v  Leader Orinetation adalah : apakah pemimipin pada suatu organisasi berorinetasi pada relationship atau beorintasi pada task. Leader Orientation diketahui dari Skala semantic differential dari rekan yang paling tidak disenangi dalam organisasi (Least preffered coworker = LPC) . LPC tinggi jika pemimpjn tidak menyenangi rekan kerja, sedangkan LPC yang rendah menunjukkan pemimpin yang siap menerima rekan kerja untuk bekerja sama. Skor LPC yang tinggi menujukkan bahwa pemimpin berorientasi pada relationship, sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan bahwa pemimpin beroeintasi pada tugas. Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang atau hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
    v  Situation favorability adalah : sejauh mana pemimpin tersebut dapat mengendailikan suatu situasi, yang ditentukan oeh 3 variabel situasi, yaitu :
    1.    Leader-Member Orintation: hubungan pribadi antara pemimpin dengan para anggotanya.
    2.    Task Structure: tingkat struktur tugas yang diberikan oleh pemimpin untuk dikerjakan oleh anggota organisasi.
    3.    Position Power: tingkat kekuasaan yang diperoleh pemimpin organisasi karena kedudukan.
    Situation favorability tinggi jika LMO baik, TS tinggi dan PP besar, sebaliknya Situation Favoribility rendah jika LMO tidak baik, TS rendah dan PP sedikit.
       
    Teori Path Goal.
    Path-Goal Theory atau model arah tujuan ditulis oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya. Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan-tujuan bernilai mereka.
    Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan  akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yang baik dan kinerja yang baik tersebut selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
    Path Goal Theory menekankan pada cara-cara pemimpin memfasilitasi kinerja kerja dengan menunjukkan pada bawahan bagamana kinerja diperoleh melalaui pencapaian rewards yang diinginkan. Path Goal theory juga mengatakan bahwa kepuasan kerja dan kinerja kerja tergantung pada expectancies bawahan. Harapan-harapan bawahan bergantung pada ciri-ciri bawahan dan lingkungan yang dihadapi oleh bawahan. Kepuasan dan kinerja kerja bawahan bergantung pada leadership behavior dan leadership style.
    Ada 4 macam leadership style :
    1.    Supportive Leadership: Gaya kepemimpinan ini menunjukkan perhatian pada kebutuhan pribadi karyawannya. Pemimpin jenis ini berusaha mengembangkan kepuasan hubungan interpersonal diantara para karyawan dan berusaha menciptakan iklim kerja yang bersahabat di dalam organisasi.
    2.    Directive Leadership: Pemimpin yang memberikan bimbingan khusus pada Karyawannya dengan menetapkan standar kinerja, mengkoordinasi kinerja kerja dan meminta karyawan untuk mengikuti aturan aturan organisasi.
    3.    Achievement Oriented Leadership: Pemimpin yang menetapkan tujuan yang menantang pada bawahannya dan meminta bawahan untuk mencapai level performens yang tinggi.
    4.    Participative Leadership: Pemimpin yang menerima saran-saran dan nasihat-nasihat bawahan dan menggunakan informasi dari bawahan dalam pengambilan keputusan organisasi.
    Hal yang menentukan keberhasilan dari setiap jenis kepemimpinan tersebut adalah subordinate characteristics (contohnya: Karyawan yang internal l locus of control atau external locus of control, karyawan yang mempunyai need achievement yang tinggi atau need affiliation yang tinggi, dll.) dan environmental factors (system kewenangan dalam organisasi).  

    Teori Vroom dan Yetton.
    Leader-Participation Model ditulis oleh Vroom dan Yetton (1973). Model ini melihat teori kepemimpinan yang menyediakan seperangkat peraturan untuk menetapkan bentuk dan jumlah peserta pengambil keputusan dalam berbagai keadaan. Teori Yetton dan Vroom mengemukakan bahwa kepuasan dan prestasi disebabkan oleh perilaku bawahan yang pada gilirannya dipengaruhi oleh perilaku atasan, karakteristik bawahan dan faktor lingkungan. Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan.  Karena keputusan yang dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan yang bersangkutan melaksanakan tugas-tugas pentingnya.
    Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya. Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
    Teori kepeminmpinan vroom & yetton adalah jenis teori kontingensi yang menitikberatkan pada hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Dalam hal ini ada 5 jenis cirri pengambilan keputusan dalam teori ini :
    1. A-I  : pemimpin mengambil sendiri keputusan berasarkan informasi yang ada padanya saat itu.
    2. A-II : pemimpin memperoleh informasi dari bawahannya dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang didapat. jadi peran bahawan hanya memberikan informasi, bukan memberikan alternatif.
    3. C-I  : pemimpin memberitahukan masalah yang sedang terjadi kepada bawahan secara pribadi, lalu kemudian memperoleh informasi tanpa mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, setelah itu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/ tidak gagasan dari bawahannya.
    4. C-II : pemimpin mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, lalu menanyakan gagasan mereka terhadap masalah yang sedang ada, dan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/tidak gagasan bawahannya
    5. G-II : pemimpin memberitahukan masalah kepada bawahanya secara berkelompok, lalu bersama – sama merundingkan jalan keluarnya, dan mengambil keputusan yang disetujui oleh semua pihak.
    contoh kasusnya, dalam sebuah took kue, pemimpin took akan membicarakan masalah yang terjadi, misalnya cara menarik minat pembeli agar menjadi pelanggan tetap tokonya. Pemilik took akan mengumpulkan semua karyawannya dan menanyakan pendapat mereka. pemilik akan menampung semua gagasan mereka, lalu memilih gagasan yang dianggap paling menarik dan disetujui oleh semua karyawannya.
    Contoh kasus diatas, itu sesuai dengan cirri pengambilan keputusan G-II yang dikemukakan oleh vroom & yetton. Dan menurut saya, ciri G-II adalah yang paling layak digunakan.

    - TEORI KEPEMIMPINAN KLASIK
    - TEORI KONTIGENSI
    TEORI CIRI / SIFAT (TRAIN APPROVACH) > 1940

    - Mencoba mengidentifikasi berbagai sifat / ciri pemimpin
    - Berusaha menjawab how one becomes a leader
    - Menekankan pada atribut pribadi pemimpin
    - Menunjuk pada sejumlah atribut / ciri ciri kepribadian temperamen, kebutuhan, motivasi, nilai-nilai
    - Didasarkan pada pemikiran “ keberhasilan pemimpin ditentukan oleh > adanya kelebihan sifat-sifat yang dimiliki > pemimpin


    TEORI SIFAT
    - Kepemimpinan – dibawa sejak lahir
    - Kelebihan luar biasa – pada pemimpin
    - Kelemahan teori ini :
    >   sifat deskriptif
    Ø Relevansi sifat
    Ø Sikon berbeda
    Ciri  sifat ideal pemimpin – teori sifat
    a.    Sifat inkulsitif, Rasa ingin tahu, mencari, menemukan hal baru
    b.    Kemampuan analisis, Kemampuan untuk berpikir integralistik, strategik, berinovasi pada pemecahan masalah
    c.    Daya ingat yang kuat
    d.    Pengetahuan yang luas
    e.    Kepemimpinan bertumbuh dan berkembang
    f.     Ketrampilan mendidik
    g.    Keteladanan
    h.    Keberanian, developmantis
    i.       Antisipatif, pro aktif
    j.       Adoptabilitas dan peleksibel
    k.    Rasional, naluri, kapasitas ingratif

    TEORI PERILAKU

    - Membedakan antara perilaku pemimpin – bawahan
    - Penelitian universitas OHIO
    - Pemikiran : efektifitas kepemimpinan seseorang tergantung kepada sejauh mana seseorang pemimpin menekankan perannya sebagai pemarkarsa struktur tugas yang dilaksanakan bawahan.
    Jenis perilaku pemimpin ( Micinggan)
    - Peilaku yang berorientasi pada tugas
    - Perilaku yang berorientasi pada hubungan
    - Kepemimpinan  partisipatif (supervisi bukan kontrol )


    TEORI PERILAKU
    Ø OHIO STATE > perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada conciantion dan initiating struktur.
    Ø Michigan Unv > perilaku pemimpin  memiliki kecenderungan berorientasi pada bawahan dan hasil.
    Ø Model leadership continum > Linkert’s menekankan pada manajemen sistem (4 sistem )
    Ø Magerial gid > perilaku pemimpin pada pusat perhatian > manusia dan produksi.

    TEORI KONTINGENSI ( SITUASI )
    Ø Menekankan  pada pentingnya :
    Faktor konstektual ( sifat pekerjaan pimpinan)

    - Sifat lingkungan eksternal
    - Karakter pengikut
    Ø Teori ini mencoba menemukan
    Bagaimana perilaku  pemimpin dipengaruhi aspek situasi sejauhmana – pada organisasi yang berbeda


    TEORI KONTIGENSI
    Ø Mendasarkan bukan pada sifat / perilaku – efektifitas pada sikon terntentu – gaya kepemimpinan
    Ø Mensyaratkan pemimpin memiliki kemampuan mendagnosis perilaku manusia.
    Ø Teori path goal, motivasi x, kebutuhan

    TEORI MTAKHIR
    Didasarkan pada kemampuan diri
    Pada seorang pemimpin
    Realistik

    TEORI KINTINGENSI, membedakan 4 bentuk :
    . direktif – tingginya arahan dan dukungan rendah.
    . konsutatif, tingginya arahan dan dukungan
    .partisipatif, rendahnya arahan, dukungan tinggi kontrol atas pemecahan masalah seimbang
    Deksatif, rendah pengarahan dan dukungan





    1 komentar:

    Fashion

    Beauty

    Culture